Leluk Tubuhmu


Tadi pagi, aku iseng. Nonton kamu tidur. Pagi belum sempurna, wajahmu ditelan bantal. Rokok, kopi dan aku masih iseng. Nonton kamu, sehabis semalam bercinta. Pagi belum sempurna, kicau burung masih beberapa. Embun masih beberapa dikulum daun, kecupku masih beberapa di sebagian lehermu. Aku iseng membuka selimutmu. Astaga. Kamu tanpa apa-apa.

Pagi belum sempurna, sebaiknya menunggu sebentar. Hingga matahari menembus jendela, hingga terangnya hinggap di atas ranjang. Kicau burung masih beberapa, hasrat ku juga masih beberapa. Ambil kamera, menunggu cahaya tepat, momen tepat. Sementara kamu belum bangun. Sementara kamu belum membuka mata. Perlahan kubalikan tubuhmu, ini dia momen tepat. Sinar empat lima derajat, sudut istimewa. Lensa digital tanpa suara, merekam lekukmu. Merekam bias cahaya, juga tanpa suara.
Matahari menembus jendela, terangnya serupa garis-garis memesona. Kekuningan empat lima derajat, sudut luar biasa. Mirip lukisan Rembrant, window light dan kamu masih disana. Lututmu satu menekuk, satu bebas terbentang. Kaki yang bagus, momen yang bagus. Lensa digital tanpa nada, merekam tiba-tiba. Mulutmu sedikit terbuka, itu yang aku tunggu, lalu sedikit kusibak anak rambutmu. Hingga jelas rona pipimu. Dan itu artistik, natural, apa adanya, dan kau masih tanpa apa-apa. Lututmu satu menekuk, menyembunyikan pusar indahmu. Pagi ini begitu bersahabat, kamera bersahabat, tubuhmu bersahabat. Lalu kamu bangun tiba-tiba.

Matamu mengerjap perlahan, sebaris senyum tertahan. Kamu mengulum maksudku bukan? Dan kamu membalikan badan, meyembul dua bukit parabola atas paha. Kamera sulit menahan shutter speed, diafragma menganga sedari tadi, menelan semua bukit parabola. Selimut terlantar, bantal guling terlantar, berserak pada karpet saling berdekapan, tidak keruan. Norah Jones membisikan setengah bertanya, Are you lonesome tonight? Dari balik speaker, dari balik suara digital. Ini pagi seperti malam, senyap di telinga, kicau burung masih beberapa, awan terlalu malas menyapa.

Kamu bilang, buat apa. Ini momen penting, kamu bilang buat apa. Tapi kamu tersenyum, lalu bangkit menuju shower. Seperti hujan, kamu mandi tiba-tiba. Matahari nakal menembus, jendela kamar mandi. Mandi yang bagus, momen yang bagus. Kamera merekam jejak air, yang menelusuri kulitmu. Tunggu! Lambatkan semuanya, tak perlu buru-buru. Lambatkan mandi, jangan hiraukan sabun. Biarkan ia mencair sendiri. Matamu masih terpejam, entah mengantuk, entah menikmat basah, entah bagaimana. Beberapa frame berhasil kudapat, dan ini fantastis. Natural, artistik, sempurna.

Rokok, kopi sepiring pastry, kusiapkan sedari tadi, saat kau belum terbangun. Duduklah di sana, ada bangku kayu mahoni. Kecil dan indah. Komposisi natural, duduklah di sana. Biar aku bekerja, biar  momen ini tak terlewat. Biar tak sia-sia. Beberapa mawar, dalam vas bening, menjadi aksen. Beberapa mawar yang kau bawa tadi malam, merah tua, cukup sudah. Melengkapi harmoni. Kamu, kayu dan mawar, apalagi? Kamu, matahari dan senyummu, apalagi? Beberapa frame membingkai suasana, beberapa frame lagi membingkai jejak cinta. Rokok, kopi dan sepiring pastry, lalu kita sarapan pagi bersama. Di atas ranjang, di atas tapak pematang cinta tadi malam. Tak perlu bicara, biarkan musik membungkus semua, tak perlu bersuara, biarkan Norah Jones ambil bagian. Di pagi ini, jazzy, begitu alamiah. Daun-daun terjatuh di balik jendela, beberapa.

Aku melukismu dengan cahaya, aku meggambarmu dengan kelabu bayang. Coba kamu lihat, apa yang kurang, coba kamu simak jika detil kurang sempurna. Mengunduh semuanya kedalam PC dan aku mengunduh aromamu pula. Kamu bilang ini terlalu kaku, kamu bilang terlalu centre interest. Gimana jika komposisi diagonal, gimana jika berat di kiri, kamu bertanya.  Bikin sesuatu yang baru, tabrak semua rambu, begitu maumu. Sementara, badanmu masih setengah basah. Handuk sia-sia, tergantung di sudut sana. Oke mari kita ulangi, adegan demi adegan, momen demi momen. Dan aku meletakan kamera di bangku kayu mahoni. Mari semuanya kita ulangi, seperti malam tadi.

Dering ponselku memecahkan segala, gambar  amplop kecil ada di sana. Segera aku buka dan tertulis : Papah lagi lembur ya, jam berapa pulang? Anak-anak terima rapor hari ini....

***** 

Kalau kamu suka Cerita Cinta, baca ini ya:

1. Capucinta

2. Kesepian Kita

3. Rahasia Sepasang Pohon Kampiun
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar