Dewi Jingga



Tiga tahun yang lalu, aku masih berupa titik
menetes dari awan kalimat, jatuh ke daun-daun buku.
"Bayi hutan buku," kata Ibuku ketika mengambil tubuhku serupa embun mungil.
Aku hanya bisa menangis, minta susu, membuat Ayah iri saat ranjangnya kupakai
telentang minum susu.

Waktu aku mulai bisa berjalan kecil-kecil, Ayah kerap mengajakku ke sebuah desa
tempat ia bekerja memetik kata. Kata-kata yang ia bawa pulang,
disulam Ibu menjadi cerita pendek.
Sementara aku belum bisa membaca, apalagi menulis
maka Ayahlah yang membacakan sulaman Ibu sebelum aku tidur.