Perempuan, kampus dan hura-hura adalah tiga hal yang tak dapat saya lepaskan semasa awal di perguruan tinggi. Ketiganya mempunyai kenangan dan sensasi tersendiri.
Merokok di kelas juga bisa. Makan, minum dan membawa radio
tape selama pelajaran dihalalkan, asal tidak membuat huru-hara, kurang ajar
atau overacting. Satu-satunya aral melintang adalah Ibu dosen mata kuliah
sejarah. Beliau mengharuskan kami berpakaian rapi, melarang makan minum di
ruang belajar, apalagi merokok. Bukan karena kelas ber-AC, melainkan pengajar
ini memang bergaya jadul dan otoriter. Jika melanggar aturan, kami disuruh
keluar ruangan. Maka kami menyebut dia: The Natural Born Killer.
Tetapi mau nggak mau saya harus berbaik laku dengan dosen
itu. Pasalnya, putri beliau adalah teman sekelas saya yang jelita. Namanya
Menul, wajahnya imut-imut, berhidung mungil, dan alisnya tipis memanjang.
Tulang pipinya kecil menonjol, matanya kecoklatan besar mirip boneka. Cara
bicaranya ‘njawani’. Dan kerap membantu saya, mengerjakan tugas kampus yang sepuluh gudang jumlahnya.